Rabu, 05 Desember 2007

ERHAN ‘SAYUR MATUA’


Sudah menjadi kebiasaan saya, setiap mendengar berita adanya keluarga meninggal dunia, saya bukannya bergegas ke rumah duka, melainkan dengan tenang saya merencanakan upaya menyebarkan berita dukacita itu kepada sanak keluarga.
Demikian juga dengan berita dukacita Erhan meninggal dunia. Setelah menerima telpon dari Ani (anak Sudiman) mengabarkan Erhan sudah meninggal sekitar jam 13.00, Selasa 19 Juni 2007, saya meraih HP Communicator, mengetik berita duka tersebut, memasukkan no. HP semua anggota Bodil Banggal yang ada di memori HP saya dan sekali klik mengirimkannya ke seluruh Indonesia. Tak lama kemudian, balasan datang dari Ruliah (anak Tormahalam Justin / Bede) mengucapkan terimakasih karena dikabari, sekalian menyampaikan permintaan agar saya jaga kesehatan. Balasan juga datang dari Rosenni (anak Bapatua Lesman Banuhraya).
Erhan sudah lebih kurang dua bulan sakit. Lebih sebulan dirawat di RSUP. Selanjutnya dirawat di rumah. Konon atas permintaan yang bersangkutan. Ketika mendengar kabar bahwa Erhan di rumah sakit, saya tidak bisa menjenguk karena sedang berjuang melawan flu. Melalui pertemuan sesama Bodil Baggal, saya mengikuti perkembangan kesehatan Erhan yang kabarnya tidak ada kemajuan. Kemungkinan besar gagal ginjal.
Ketika Marim menyelenggarakan syukuran HUT 70 untuk saya, sudah dapat saya pastikan bahwa Erhan tidak bisa datang. Tidak lagi seperti biasanya, yang setiap ada acara di kalangan Sigumonrong 19-bersaudara, Erhan senantiasa hadir.
Bahkan Erhan termasuk orang yang suka mengunjungi saudara dan sanak keluarga. Hanya sekedar berkunjung. Layaknya unjuk muka, menunjukkan dia masih ada.
Beberapa tahun silam, Erhan datang ke rumah kami di Jl Karya, Medan. Dalam percakapan kami yang seperti tak akan ada habisnya, dia menyampaikan keluhannya. Empat anaknya, laki-laki semua. Dari empat orang anak tersebut baru satu yang sudah kawin. Itupun telah berpisah tanpa cerai. Sang isteri pergi ke Batam membawa anaknya. Si Ewin, sang suami memilih tinggal bersama mereka di Medan. Anak yang tiga lagi belum kawin juga.
Saya berusaha menghibur Erhan, dengan mengatakan: serahkanlah kuatirmu kapada Tuhan...., bukankah kau sudah lama jadi Sintua? Pernah juga Wakil Pengantar Jemaat.
Tak lama kemudian, anak sulungnya, si Iwan, menikah. Anak satunya lagi meninggal dunia. Dan anak bungsunya, si Tuah, menikah, dan memberinya seorang cucu.
Dengan demikian, pada saat Erhan meninggal, semua anaknya sudah menikah dan Erhan sudah punya cucu dua orang (walaupun hanya satu yang ada disampingnya pada saat dia meninggal karena cucu yang satu lagi dibawa ibunya yang memisahkan diri ke Batam).
Dengan keadaan seperti itu, musyawarah adat yang diadakan tanggal 20 malam merestui diadakan upacara adat ‘sayur matua’ kepada Erhan.
Semula saya meminta agar Sariaman (anak Rajin) yang mengemban tugas mewakili Sanina-19. Tetapi karena saya masih ragu akan kemampuan (adat) Sariaman, akhirnya saya mengambil alih kendali. Sariaman saya minta mendampingi, siapa tau tiba-tiba saya tumbang. Sekaligus, melalui ‘horja sayur matua’ Erhan tersebut, saya ingin memperagakan pelaksanaan ‘horja sayur matua’ sesuai dengan aslinya di Raya.
Pada musyawarah adat yang juga dihadiri STM ‘Parsahutaon’ (yang kebanyakan terdiri dari Toba) dan STM GKPS Kenanga (yang lagi bangkit semangatnya mar-Simalungun), saya minta persetujuan rapat agar musyawarah dipandu oleh Anakborujabu, yakni Jupri (anak Jupin, cucu Justin/Bede, menantu Sudiman). Alasan saya, menurut adat di Raya, Anakborujabu yang bertanggungjawab atas pelaksanaan adat di rumah kami, Tondong-nya.
Ternyata musyawarah adat berjalan lancar dan tepat waktu. Setelah musyawarah selesai, di depan sang Anakborujabu, saya berbisik (keras) kepada Jumpatuah (suami Lydia, menantu saya, anak Oji Saragih, ‘co-writer’ saya menerbitkan buku ‘Horja Sayur Matua’), berapa nilai yang dapat diberikan kepada Anakborujabu. Jawabnya tanpa pikir panjang: 99.
Pelaksanaan acara adat ‘Sayur Matua’ esok harinya dipandu sepenuhnya oleh Anakborujabu. Kami, mewakili ‘Suhut’ Sanina-19, bisa bergantian tampil (mejeng?) menyambut sanak keluarga yang bergantian datang ‘mangiligi’. Terkadang Sariaman, terkadang Ned Riahman (anak Lamat), terkadang Sarmedi (anak Tarianus). Saya hanya tampil saat ‘mangappu’ (kata sambutan terakhir), dan pembicara terakhir saat ‘paugeihon bajut’ dan menyampaikan kata penghiburan pada malam harinya. Itupun, karena Asang (selaku anak tertua dari sanina-19 yang masih hidup) tidak bisa hadir karena sudah tidak bisa bepergian jauh. (=tidak bisa jauh dari toilet)
Setelah tiga hari tiga malam konsentrasi dan kurang tidur, saya bersyukur kepada Tuhan karena ternyata Dia memberi kekuatan sehingga saya tidak tumbang. Lawei Ulung (75) agak kurang beruntung. Dia juga berusaha ‘bergadang’, tanpa istirahat mengikuti (dan mengawasi) pelaksanaan adat ‘sayur matua’. Tetapi, menjelang usai acara terakhir tgl 21 malam (yang berlangsung jam 20.30-21.30), Lawei Ulung sempat ‘tumbang’ dalam arti menggigil dan minta dipijat. Ketika pulang, terpaksa dia berjalan dipapah menuju mobil Alpin.
Saya juga bersyukur karena acara terlaksana dengan baik, lancar, tepat waktu; yang hadir (dan ikut ‘mangan tanom ni Erhan’ yang bermakna dijamu oleh Erhan untuk terakhir kalinya) cukup banyak, sekitar 300-400 orang; dan doa kami yang dipanjatkan seusai musyawarah adat dikabulkan Tuhan: cuaca baik, tidak hujan sampai acara selesai (setelah kami meninggalkan rumah duka, barulah hujan turun, tapi tidak lebat).
Saat saya menyampaikan ‘pidato’ penutup, saya tak bisa menahan diri untuk menyampaikan kegembiraan saya.
Pertama: Erhan ternyata dapat menghadirkan semua unsur Bodil Baggal. Dari Anggarahim, hadir Haris (anak Sudiman, yang datang dari Bali), semua anak Darman yang ada di Medan, anak Lerman, anak Derlim (yang datang dari Siantar). Hadir juga para menantu (hela), termasuk yang datang dari Sidikalang. Dari Tarianus: hadir Haris Hemdy (anak Saridin), Nan Jordi dan Jordi, saya dan Ichtus, Sarmedi. Dari Lamat: hadir Ned Riahman, Sarmauli, Sarmenni. Dari Rajin: hadir Sariaman dan Ny. Tiktik Santiaman. Dari Atam: hadir Lala (anak Lesman) dan beberapa anak Jamat, anak Marialim, Ny. Riahman (Riahman lagi sakit, seperti Asang). Dari Bede: hadir Jupri, yang sekaligus mengemban tugas kakeknya sebagai Anakborujabu. Dari Kolo: hadir Ennik berikut anak-anaknya.
Kedua: Ketika Alvin menyampaikan Laporan Keuangan, ternyata pengeluaran dapat seimbang dengan penerimaan, yakni penerimaan dari Buku Tuppak + ‘salam-salam’ + Buku Tuppak dari Sigumonrong&Boru&Boru Mintori. Bahkan masih ada saldo lebih 100.000 rupiah.
Erhan adalah anak laki yang bungsu dari Anggarahim. Abangnya, yakni Sudiman, Darman, Lerman, Juda, dan Derlim, sudah lebih dulu ‘pergi’. Hanya Darman yang sempat duda. Karena itu, kecuali Darman, mereka masih meninggalkan ‘inang’: Ny. Sudiman, Ny. Lerman, Ny. Derlim, Ny. Erhan. Dua puteri Anggarahim masih ada, dengan setia menunggu ‘tondong’-nya pergi lebih dulu.
Dari sanina-19, masih tersisa 6 orang lagi (saat ‘laporan’ ini ditulis), yakni 2 di Raya, 2 di Siantar, 2 di Medan. Botou dari sanina-19 yang tadinya ada 2+4+1, masih tersisa 5, yakni 2 di Siantar, 2 di Medan dan 1 di Jakarta.
Semoga yang tersisa tadi bersabar menunggu giliran ‘pergi’, agar anak dan boru dari Sanina-19 sempat tarik napas dan istirahat sejenak sebelum berkumpul kembali seperti tanggal 19-21 Juni 2007 yang lalu.


Mansen Purba – 23/06/07

Rabu, 28 November 2007

ASANG SUDAH BOLEH KELUAR DARI RUMAH SAKIT




Surat-e Sarmedi di milis Sigumonrong 28/11/07:


Halo Udin dan all Gonrongs,

FYI Asang (Bapaknya Jordi) sudah diizinkan dokter Indra pulang hari ini. Jordi akan menjemput dan bawa ke Sondi dengan mobilnya jam 14.00.

Karena pendarahan di otak (subarachnoidal bleeding) selama ini sering kesadarannya terganggu. Tapi sekarang kesadarannya sudah pulih sebagian, sudah bisa duduk, bicara, walaupun orangnya masih agak apatis, tidak suka banyak bicara kalau tidak diajak ngomong. Tensinya sudah normal kira-kira 130/90 mmHg. Untuk sementara dia bisa bergerak dengan bantuan kereta duduk beroda karena belum kuat jalan. Memang begitulah gejala penyakit ini karena oedem yang mempengaruhi kerja syaraf otaknya.


Tadi pagi saya dikunjung Musa Purba, mantan tukang kebun saya dulu di RS Bethesda Sarabudolok (sekarang menantu Jintan Saragih Garingging, Sondi) untuk minta dikasi kerjaan. Dia bilang bapak Asang itu makannya hanya super mi pagi siang dan sore, jadi sakitlah, katanya. Memang benar juga, gizi banyak mempengaruhi proses penuaan. Karena itu saya anjurkan kepada S19, makanlah makanan yang bergizi baik, buatlah upaya agar proses penuaan tubuh diperlambat.

Secara gamblang yang harus dilakukan adalah gizi makanan dengan makanan yang berserat 50 % dari total konsumsi. Hindri lemak berlebihan atau asinan. Berat badan harus mendekati BB ideal. Kegemukan adalah salah satu faaktor yang mempercepat kerusakan organ tubuh kita. Kemudian perlu cek kesehatan minimal 1x1 tahun: kolesterol, fungsi hati dan ginjal, gula, tekanan darah, dll. Salah satu penyebab kerusakan organ tubuh kita di Indonesia adalah kemiskinan.

Program anti aging medicine harus dimulai dengan umur 35 tahun. Jadi bukan ditujukan hanya kepada kami yang di atas 60, he he he.

Bacalah banyak nasehat di internet. Klik anti aging medicine di SEACH google atau yahoo. Banyak yang bisa dipelajari.

Saya senang dengan pertemuan meriah S19 di puncak. Ada peningkatan. Nanti kami Sigumonrong di Siantar Medan akan pergi ke Samosir aja deh, arisan sambil piknik.

Salam
Sarmedi

SUDIMAN dan LESMAN




Sudiman adalah cucu(lk) kedua dari Bodil Banggal. Walaupun tahun kelahirannya sebagai cucu (lk) kedua, tetapi dalam aturan adat, dia yang dituakan (tertua), karena ayahnya dari isteri pertama Bodil Banggal.


Lesman adalah cucu (lk) ketiga dari Bodil Banggal. Tahun kelahirannya memang ketiga (lk). Juga jadi cucu ketiga (lk) karena ayahnya dari isteri ketiga Bodil Banggal.


Mereka bertiga, yakni Sudiman, Saridin dan Lesman, penggagas Sigumonrong-19, didukung oleh para 'boru'nya (termasuk putera-puteri dari para puteri (=boru) Bodil Banggal.


In Memorium Lesman Purba lihat di http://sarmedipurba.blogspot.com/2006_12_01_archive.html

Senin, 26 November 2007

Minggu, 25 November 2007

SARIDIN, CUCU LAKI-LAKI TERTUA BODIL BANGGAL

Saridin, cucu laki-laki tertua Bodil Banggal, dengan isteri bersama isteri adiknya.

Saridin dengan adik-adiknya, Saralen, Jawasman (Asang), Mansen dan Sarmedi.

SINTAMINA, CUCU TERTUA BODIL BANGGAL


Kak Sintamina, cucu pertama Bodil Banggal, dengan suaminya Rasyiman Saragih Sumbayak Pardalan Tapian. Berdiri disebelah kanan mereka adalah puterinya, Surenni. Di sebelah kirinya adalah Sarmedi (menggendong Rodearni) dan Mansen.

RIWAYAT HIDUP ni Inang SINTAMINA PURBA SIGUMONRONG

Ia Inang Nan-Surenni na margoran SINTAMINA PURBA SIGUMONRONG on, tubuh tanggal 31 Desember 1921 i huta Bawang, Sondi Raya, Kabupaten Simalungun, boru bungatubuh ni St. Tarianus Purba Sigumonrong pakon K. Dinaria br. Saragih Garingging.
Bapa ni in, ai ma anak sikahanan ni Oppung Mariam Purba Sigumonrong, Anakboru Raya, gamot ni Harajaon Raya ondi. Ai ma ase ia do pahompu sikahanan ni oppung ni in.
Ia inang ni in, ai ma boru ni Tuan Sumayan Saragih Garingging, na igoran Tuan Hapoltakan, na gabe Raja Raya, tinubuhkon ni Puang Payung. Ai ma ase panogolan ni Garingging Rumah Bolon do inang on.

Humbani 8 sidea na saamang-sainang, 2 do sidea naboru, 6 dalahi, ai ma: St. Saridin Purba ondi, Mennaria br. Purba, Saralen Purba ondi, Djawasman (Asang) Purba, Mansen Purba SH, Dr. Sarmedi Purba pakon Ned Riahman Purba. Na marsanina bapa pakon sidea in, ai ma St. Sudiman Purba na marsanina/marbotou, Haji Lesman Purba na marsanina/marbotou, Sarmauli appa Sarmenni Purba, pakon St. Sariaman Purba appa Santiaman Purba ondi. Humbani ganup sidea na saoppung (tolu iangtua) in, ia ma sikahanan.

Rap pakon Oppungni do inang on humbani etek-etekonnari das hu bani na marumur 10 tahun, ai ma Oppung Puang Payung nokkan, ase dong hasoman ni oppung ni in, ai boru sasada do inangni. Age pe rap pakon Oppung ni in ia, tapi lang ipamanja ia, gariada podah ni Oppung ia ma na bahat membentuk kepribadianni. I Tombak Sihala do oppung ni in marianan. Ai ma ase marsikolah hu Merek Raya do ia sapari.

Itoruskon do sikolahni hu Zending Meisyesvervolgschool (Sekolah Kepandaian Putri) i Pematang Siantar, tapi lang tammat. Sihol pe namin uhurni marsikolah, tapi sundat halani lang tarbalanjai namatorasni.

Dobni soppat do ia masuk hu Sekolah Perawat i Kabanjahe. Tapi ai pe lang homa boi torus, halani tutup do sekolah in pangkorhon ni na porang Bolanda pakon Jerman i Eropa (Perang Dunia II).

Sonai pe marusaha do ia torus ase boi horja i Rumah Sakit. Dobni, saud do ia horja i Rumah Sakit Perkebunan Rambutan, tapi lang homa dokah, ai bani parroh ni Jepang (Maret 1942), itangkapi ma Bulanda hun Rumah Sakit ai, sidea pe marharawa ma.
Sanggah na i Rumah Sakit Rambutan in ma ia, hotop do roh Rasyiman Saragih ondi manrohisi. Sonai ma age sanggah parroh ni Jepang, Rasyiman Saragih ondi do manrohi sidea hu parharawaan, lanjar hunjai ma sidea rap pakon sadanari anakboru hasomanni bohat mardalan nahei mulak hu Raya, mamontas hun Raya Kahean.

Sanggah parroh ni Jepang ia ma domu riah ni sidea pakon Rasyiman Saragih ondi martongahjabu. Ihadearhon namataros ma homa riah ni sidea in. Manjalo pasu-pasu partongahjabuon ma sidea bani ari 19 Juli 1942, nanipadas ni Pdt. J. Wismar Saragih ondi.

Ia Rasyiman Saragih, paramangon ni in, ai ma anak sikahanan niombah ni Jori Saragih Sumbayak, anak ni Pardalan Tapian, gamot ni Harajaon Raya. Panogolan ni Purba Sidadolog do paramangon ni in. Tapi halani manipat do martondong-manakboru Pardalan Tapian pakon Sigumonrong, gabe hataonkon do na mangulaki do partongahjabuon ni sidea in.

Sanggah garama pe domma horja hinan paramangon ni in i Dinas Pertanian i Pematang Siantar. Ai ma ase dob marhajabuan sidea, marianan i Pematang Siantar do sidea, mula-mula i Jl. Gereja, dob ai i Pamatang.

Tahun 1948 pindah ma sidea hu Tanjung Balai. Dob ai use ipindahkon ma hu Dinas Pertanian Sumatera Utara, Medan.

Halani parngitni pargoluhon sanggah Jepang, dihut do inang on mansari. Idingat do tong podah ni Oppungni: “lang boratan tanoh in panuanannima”. Na mararti do ai: jangan malas bekerja. Ai ma ase sadokah goluhni lalab do ia horja-horja: usaha jahit-menjahit, mambaen pakean siap jual – konveksi (sanggah zaman Jepang, sonai sanggah do i Medan); sanggah i Tanjung Balei, soppat do lobei horja ia i Rumah Sakit (1949-1950); dob i Medan, ongga do ia gabe Pegawai (Juru Tik) i Kantor Gubernur Sumatera Utara (1952-1959); dob ai mambantu Usaha Percetakan.

Dihut ma gakni deba ai halani rasa tanggungjawabni na songon sikahanan – ai haduasi do sidea sikahanan. Ai ma ase pagattih soluk do anggi ni suami-isteri in tondok i rumah ni sidea, dong ma deba anggi ni sidea in na gabe Asisten i Perkebunan, dong na jadi SH, dong na jadi Dokter. Dos do homa pansarihon ni sidea hu bani anggi ni sidea in akkup lopah.

Sobali manjuljul anggini marsikolah bei, ia sandiri pe iporluhon do marlajar, tarlobih ma ai pasal Hata ni Naibata. Ai ma ase idihuti do Sekolah Alkitab Malam: Program Sertipikat (D1) Teologia (tahun 1987-1990).

Aktip do homa ia bani organisasi na bersifat kerohanian: Setia Usaha Humpulan Parinangon HKBP Simalungun (1953-1959); Ketua Wanita GKPS se Kota Medan (1960-1967); Ketua Wanita GKPS Distrik III (1967-1970); Ketua Wanita GKPS Hang Tuah (1972-1976); Pengurus Dana Sosial Wanita GKPS Hang Tuah (1977-1990); humbani tahun 1954 dihut do ia bani kegiatan PWKI Sumatera Utara, anjaha 1963-1965 gabe Anggota DPD PWKI.

Sanggah i Pamatang sidea (Tahun 1943) tubuh boru bungatubuhni, ai ma Surenni br. Saragih Sumbayak. In do hansa tinubuhkonni.

Dob marumur boru sasada in 15 tahun, tubuh ma sura-sura ni paramangonni ase mangain anak na tading maetek hun Jawatan Sosial. Tapi, dob ipatangi pandapot ni diha-diha, dobni ibalosi ma sura-sura ni paramangon ni in, ai ma marhitei napagodangkon sada niombah ni sanina-sapanganonkonni (paribanni), ai ma boru (niombah palimahon) ni Jawalim Saragih (ondi), tinubuhkon ni Mennaria Purba, anggini, ai ma tahun 1959. Ai ma na margoran si Rodearni (ondi).

Dob ai, ase dong naipagodang humbani saninani, ialop ma anak dalahi (niombah paopatkon) ni Lesman Saragih, anggini, ai ma tahun 1960. Ai ma na margoran Luther Suradear.

Ai ma ase tolu do niombah hataonkon niombah ni inang on. Hatolusi domma marhajabuan bei:
• Surenni marhajabuan pakon Ir. A. Oscar Sipayung hun Bangun Purba, panogolan ni Purba Pakpak. Humbani sidea in, lima pahoppuni, 4 ma ai naboru, 1 dalahi (siditongah). Humbani na lima pahoppu in, domma 3 na dob marhundulan. Humbani pahoppu sikahanan, ai ma na margoran Imelda br. Sipayung, na laho hu bani H. Harianja, dua ma nono-ni, ai ma Daniel Hada Harianja pakon Timothy Hada Harianja.
• Rodearni (ondi) marhajabuan pakon Jahamen Purba Pakpak, panogolan ni Saragih Garingging, hun Gunung Huluan Raya. Humbani sidea in, dua pahoppu, dalahi haduasi.
• Drs. Luther Suradear marhajabuan pakon Herlina br. Purba, BSc., panogolan ni Simorangkir, hun huta Dolok Sanggul. Humbani sidea in, dua pahoppuni, dalahi haduasi.
Ai ma ase bani parujung ni goluhni, tinadingni inang on ai ma dua niombah (halani sada domma parlobei marujung goluh, ai ma Rodearni), dua hela, sada parumaen, 9 pahoppu, 2 nono, ganup16.

Anggo paramangonni domma parlobei marujung goluh, ai ma tahun 1998 ondi.

Soppong do boritan inang on, ai ma na ari Kamis tanggal 26 September ondi. Tapi hunjia nari lang be tarparsahapkon, halani stroke berat. Paonom arihon i Rumah Sakit Elisabeth, marujung ma goluhni ari Selasa, tanggal 1 Oktober 2002 ondi, pukul 13.30, dob marumur 80 tahun 10 bulan.

Sonai ma riwayat hidup singkat ni inang SINTAMINA PURBA SIGUMONRONG on, na boi ikutip hanami humbani na sinuratkonni sandiri tanggal 24 Juni 2002 ondi.

Kamis, 22 November 2007

TUANYA DINA

Dalam sambutannya di milis sigumonrong-19, Dina menyatakan bahwa dia juga punya hobby ngumpulin foto. Karena itu ku-upload foto idolanya, Dongmauhur, satu-satunya Inang (=Ibu)Sigumonrong-19 yang masih bertahan hidup menunggui anak-anaknya hingga blog ini dipublish.

KELUARGA TARIANUS DAN JUSTIN


Foto bersama dua keluarga yang beripar
(na martondong maranakboru), yakni Tarianus Sigumonrong dan T. Justin Saragih Sumbayak (Rumah Tongah). Yang duduk adalah (dari kiri ke kanan) Lamat M. Purba, adik Tarianus, Tarianus Sigumonrong, T. Justin Saragih Sumbayak. Di belakang mereka (menggendong anak) adalah K. Dinaria Saragih Garingging (isteri Tarianus) dan Bede Purba (adik Tarianus yang menjadi isteri Justin). Berdiri di sebelah kanan mereka adalah para mertua dan di sebelah kiri mereka adalah adik perempuan Tarianus. Zakana, putera dari Justin, terlihat duduk bersila di barisan depan.

OPPUNG BODIL BANGGAL


Foto ini didapatkan oleh Sarmedi di sebuah perpustakaan di Nederland dalam Harian Bintang Timoer. Menurut harian tersebut, foto ini diambil tahun 1904 di Pamatang Raya, Ibukota Kerajaan Raya.
Yang duduk di tengah adalah Tuan Sumayan bergelar Tuan Hapoltakan, Raja Raya (1890-1932). Di belakang Raja, berdiri (paling tinggi) adalah Mariam Purba Sigumonrong, yang memegang jabatan Anakboru Raya. Karena nama itu mengandung pengertian bedil yang besar, maka para cucunya memberinya nama Bodil Banggal (baca: bodil baggal)

Putera-putri Bodil Banggal suatu ketika berpose di depan kamera.
Yakni (dari kiri ke kanan): Anggarahim, yang lahir dari isteri pertama Bodil Banggal yang marga Saragih Garingging Rumahbayu; Tarianus, yang lahir dari isteri kedua Bodil Banggal yang marga Saragih Sumbayak Parhuluan; Atam, yang lahir dari isteri ketiga Bodil Banggal yang marga Saragih Garingging Rumah Bolon (adik Tuam Rondahaim, Raja Raya); Oti, adik Tarianus dari Ibu yang sama; Bede, adik Oti; Lamat, adik Bede.
Yang tidak ada dalam foto bersama ini (karena sudah meninggal) adalah Kolo, kakak (pr) Atam, yang kawin dengan Lemanus Damanik (Bapanya Edis) dan Rajin (meninggal 1946), adik bungsu Tarianus, yang kawin dengan marga Saragih Garingging, Ibunya Sariaman dan Tiktik Samtiaman.
Keturunan mereka ini lah yang tetap memelihara kekeluargaan yang menyatu bernama Sigumonrong-19